Jumat, 22 November 2013

Untuk Kalian, Kawan-Kawan Bodohku...



Kawan,


aku rindu kebenaran

setelah sekian lama berdiri.

tubuh ini mulai gontai




kawan,
dimanakah kau bersembunyi?
kita tidak pantas hanya berdiam ,
menanti ajal di persembunyian
Tunjukan dirimu kawanku......
aku sudah tidak sanggup lagi menahan kesepian ini.
Bukan sepi akan kehadiran manusia,
tapi sepi akan pemikiran-pemikiranmu kawanku....
sepi akan kebodohanmu.....


Kawan,
akankah kau membiarkanku MATI dalam ketidakberdayaan?
TERHANYUT DALAM HIPOKRITNYA KEHIDUPAN......

kawan,


Pertemukanlah aku denganmu

jangan biarkan aku sendiri

selalu kesepian......

agar aku ta merasa bodoh didepan orang-orang pintar,

orang-orang pintar yang tidak pernah hidup!!!





Fasisme dalam Kultur Agama

Tulisan ini merupakan tantangan terbuka bagi mereka-mereka yang memberangus setiap kepercayaan dan sweeping plus pengrusakan keyakinan yang dicap kafir oleh front-front maupun divisi-divisi yang berlindung dibalik topeng moral agama!
Aku bersumpah untuk setiap tempat ibadah yang kalian hancurkan dengan mudah, untuk setiap kitab yang kalian anggap layak dijadikan tempat meludah. Atas nama kebanggaan terhadap kepercayaan individu sehingga kebebasan orang lain harus rata dengan tanah. Untuk setiap dakwah yang kalian lempar sebagai invitasi untuk menjelajah kemungkinan bahwa setiap pemikiran diluar kepala kalian pantas untuk musnah!
Sudah seharusnya setiap individu bebas mutlak menentukan agama apa yang dianutnya. Diskriminasi diantara para warga sehubungan dengan keyakinan agamanya sama sekali tidak dapat ditolerir, bahkan untuk sekedar penyebutan agama seseorang di dalam dokumen resmi tanpa ragu lagi mesti dibatasi. Negara pun seharusnya juga tidak diperbolehkan didirikan untuk masyarakat religius tertentu. Hal-hal ini secara absolut menjadi perkumpulan bebas orang-orang yang berpikiran begitu, asosiasi independen dari negara. Hanya pemenuhan seutuhnya dari tuntutan ini yang dapat mengakhiri masa lalu yang memalukan dan keparat.
Fenomena pemberangusan kebebasan berkeyakinan menjadi trend busuk dikalangan divisi atau front-front yang mengatasnamakan suatu kultur religius tertentu. Sehingga fenomena tersebut lebih pantas untuk disebut dengan fasisme berkedok agama. Aku berargumen bahwa fasisme tak ada hubungannya dengan religius atau tidaknya sebuah masyarakat dan saya pikir setiap orang pun dapat membedakan antara agama dan fasisme terutama bagi mereka yang selalu membuka ruang bagi perdebatan dan argumentasi. Kecuali memang jika kita dikelilingi oleh para fasis atau dalam kata lain masyarakat kita hari ini adalah wujud lain dari gabungan pasukan Neo-Nazi. Itu sudah beda masalah. Mereka-mereka yang mengatasnamakan suatu penganut religius tertentu dengan terang-terangan melakukan penganiayan, pemukulan bahkan penyerangan dan pengrusakan tempat-tempat ibadah dibeberapa kota.
Namun bagaimanapun juga kita juga tidak boleh atau tidak patut untuk jatuh dalam kesalahan menempatan persoalan agama ke dalam sebuah abstrak, kebiasaan yang idealistik sebagai sebuah masalah intelektual yang tak berhubungan dengan perjuangan agama itu sendiri seperti yang tidak jarang dilakukan oleh kaum-kaum yang terorganisir dalam front-front yang ada diantara masyarakat kita.

"Apakah Kalian Baik-Baik Saja Di Dasar Sana, Kawan?"

Adakah kehendak untuk binasakan raga ta'bernyawa?
Membumikan kegetiran bersama angin senja.
Kala kicau burung begitu terdengar pelik.
Gaduh sekali!


Bumi yang dipijak nampak kian bergetar.
Biar hancurkan saja bersama ego kita.
Agar musnah semua derita.
Berganti pertarungan ego manusia.
Menentukan kuasa milik siapa.


Tanyalah pada bayang yang kau cipta,
Berdiskusilah dengan diskursus yang kau angkat.
Lalu hujamkan keTanah Penuh Duka.
Bergemuruh!!


Aku melihat kemuakan pada mata manusia
Atas segala reduksi yang nampak ilusi.


Aku juga melihat semangat kalian, kawan.
Semangat untuk "PERUBAHAN"
Meski entah untuk apa!
Karena nampak bagiku hanylah ego mu untuk kuasa.


Aku juga melihat raut resah menjemput hari esok
Hingga kalian sibuk merekonstruksi puing-puing yang berserak.
Larut dalam rutinitas mengejar asa.
Menyelam jauh kedasar
dan Tenggelam!
Sialnya, kalian tenggelam di Lautan keindahan.
Bahkan ketika aku ingin berteriak ingin menyelamatkan, Kalian acuh.
Akulah yang dipaksa ikut menyelam.


.....Aku rindu untuk bertanya keindahan didasar sana.
Keindahan yang kalian rasakan.


"Apakah kalian baik-baik saja didasar sana,kawan?"


Dikutip dari anarchikoe.blogspot.com

Guru Buruh

Pantaskah aku disebut guru ?
Dipanggil bapak oleh adik-adikku
Lima tahun lalu masih hijau
Hari ini menjumpaiku
“ Ini bapak kan ? “ sebuah tanya tak terjawab
“ Iya, ini bapak…! Kakak yang kau panggil bapak “
Mereka tahu sedang apa aku disisni
Cita-cita membuat aku begini
Jadi orang bijak tinggal mimpi
Mimpi yang tak pernah terbeli
Guru sukarela
Guru honor
Yang pasti aku mengajar
Redaksi para pegawai negeri
Opini pagi sebelum jam belajar dimulai
Hujan panggil aku kemari
Jadi buruh tani
Itu pasti
“Sukarela” Bincang-bincang pagi ini
Berdialog tentang materi
Jam kosong
Insentif gratis
Rasa iri
Ku hanya bisa diam sendiri
Dari kehilangan tubuhku dari pupil matanya
Pagi itu
Adik-adikku
Mencari sosok itu
“ Materi apa hari ini ? “


Dikutip dari anarchikoe.blogspot.com

Untuk Ibu Pertiwi

Bukit-bukit di negeriku kini tenggelam
Oleh darah dan air mata
Apa yang dapat dilakukan oleh seorang anaknya yang merantau?
Untuk masyarakatnya yang sengsara?
Apa pula gunanya keluh-kesah
Seorang penyair yang sedang tidak di rumah?
Seandainya rakyatku mati dalam pemberontakan menuntut nasibnya,
Aku akan berkata “Mati dalam perjuangan
Lebih mulia dari hidup dalam penindasan”
Tapi rakyatku tidak mati sebagai pemberontak
Kematian adalah satu-satunya penyelamat mereka,
Dan penderitaan adalah tanah air mereka
Ingatlah saudaraku,
Bahawa syiling yang kau jatuhkan
Ke telapak tangan yang menghulur di hadapanmu,
Adalah satu-satunya jambatan yang menghubungkan
Kekayaan hatimu dengan cinta di hati Tuhan.

Harga Guru = Harga Tambal Ban

Dahulu Guruku tulis surat
Tertanda untuk pimpinan
Terselip kata ragu, gundah
Guru-guru kami mengadu
Berharap suara mereka terdengar dalam rapat pemerintahan.

Busung menahan lapar, perih, duka menyelubung
Balasan ‘sabar’ lama tak terdengar
Kemanakah merpati pos terbang membawanya?

Bulan ini belum dapatkan apapun
Beberapa liter beras, menanggung busung setiap harinya
Itu sedekah
Kompensasi otonomi?
Itu hanya isapan pedih, berita basi yang terlontar perih
Menyakitkan relung, sekarang siapa yang peduli?
Guru-guru pemakan gaji tukang tambal ban
Makan sebulan, hanya dibayar untuk satu hari
Bercuap-cuap sebulan, menebar ilmu jutaan tahun.
Menahan tawa dalam pedih, mengukir generasi, menempuh ratusan kilo.
Mengenaskan, bahkan tukang tambal ban bergaya dengan motor.

Honor bulan sekarang?
Untuk bayar kontrakan, Bu!
Lalu besok mereka penebar jasa terlupakan, tak makan
Hari ini dapat uang?
Untuk bayar utang, Nak!
Lalu besok anak mereka calon pemerintah jujur masa depan dikeluarkan sekolah.

Ketika uang tak kunjung datang

Asongan…..
Tukang ojek…..
Tukang becak….
Tukang batu…..
Pemulung…..
Pencopet…..
Sangat mengenaskan, Pengedar……

Sial……..
Tapi mengapa guru-guruku harus mengalami itu semua…
Bahkan tiap malam selalu menjerit, mengadu pada Tuhan
Cuma mau Tanya.
Kenapa?

Bersenandung kidung lampau
Dunia gelap tanpa rona
Sebuah pengibaan Alam pendidikan

Merpati pos
Kau datang akhirnya

Balasan surat didapat

Masa guru 40 gulden pergaji jaman VOC sudah habis
Sekarang ” cukup ongkos jalan” dan….
“Tambal ban sepeda”

Dibawahnya tertulis
TERTANDA PEMERINTAHAN PUSAT



TERDEDIKASIKAN UNTUK GURUKU DAN KAWAN – KAWAN GURU HONOR YANG TINGGAL DI PINGGIR REL KERETA, GUBUK DIBELAKANG GEDUNG MEWAH, DIBAWAH JEMBATAN BESI DENGAN GAJI MENGENASKAN


Dikutip dari anarchikoe.blogspot.com

Tirani

Amarah menjadi santapan pandangan mata
yang mengorbankan ribuan nyawa manusia
Ini adalah moment barisan setiap angkara
Terjejer barisan nisan para demonstran
Terjejer foto copy famplet disetiap tembok jalanan

Kami akan mengutuk rezim dari reruntuhan harapan
Menyaingi semua kenyakinan lagitan
Esok akan terlalu lambat,

Hari ini atau tidak sama sekali
Meski kalian munuh kami berkali
Kami akan lahir berkali bergenerasi

Harapan meski segunung pasir dilautan
yang menyapa setiap kawan
dan menagih setiap jemari
yang pernah menjadi kepalan
untuk menyatakan nyali pada tirani

Kawan-kawan.....
Komando ada ditangan saya
Jangan terprovokasi intelejen banci yg berbahaya
Kawan-kawan buktikan pada mereka kita tak akan lari
Kawan-kawan komando ada tangan saya
Kawan-kawan selangkah lebih maju untuk perubahan